Sunday, November 11, 2012

Guru Butuh (Belajar) Bertanya

Berinteraksi dengan siswa Sekolah Dasar saat melakukan penelitian di awal-awal tahun ini menambah keyakinan saya bahwa guru memiliki tugas yang sama sekali tidak mudah. Dimulai dari mempersiapkan bahan ajar, membuat hipotesis respon siswa, serta membuat antisipasi atas respon tersebut supaya proses belajar di kelas menjadi hidup. Ketika saya mengujicobakan desain pembelajaran yang saya susun, saya langsung berperan sebagai fasilitator dan berinteraksi dengan 6 orang siswa kelas 3. Merupakan pengalaman yang luar biasa bisa menemani dan mendampingi mereka belajar.

Ada satu hal yang cukup mengusik saya. Sebagai salah satu tahap penelitian, saya butuh mengulas video hasil rekaman proses pembelajaran yang saya lakukan. Ada tawa, ada bahagia, tapi ada banyak penyesalan bagi saya pribadi. Mengapa?



Kadang pada momen tertentu saat berdiskusi, saya berpikir seharusnya saya mengajukan pertanyaan tambahan seperti ini agar saya bisa mengevaluasi pemahaman siswa. Sayangnya tidak saya lakukan. Di momen lain, ada kekosongan waktu dan saya seharusnya bisa membantu mereka belajar lebih banyak dengan mengajukan pertanyaan ini dan itu. Ternyata antisipasi atas respon siswa pada sebuah desain pembelajaran saja tidak cukup. Seorang fasilitator butuh mempersiapkan pertanyaan, memilih waktu kapan mengajukannya, dan tentu mengantisipasi pertanyaan lanjutan jika diperlukan.

Saat observasi kelas, saya mengamati bahwa guru seringkali mengajukan pertanyaan tertutup yang hanya bisa dijawab dengan ya atau tidak. Dalam kasus lain, guru memberikan dua pilihan. Siswa secara serempak memberikan jawaban mereka. Bila jawaban tersebut benar, maka pertanyaan dianggap selesai. Sistem tanya jawab seperti ini menutup kemungkinan komunikasi lanjutan untuk penjelasan, klarifikasi, atau pengecekan sejauh mana siswa memahami materi.

Dalam Good questions for mathematics teaching disebutkan ternyata guru mengajukan banyak pertanyaan pada proses belajar mengajar. Rata-rata 60 % dari hal yang diutarakan guru merupakan pertanyaan yang sayangnya kadang tidak terencana dengan baik.

Secara umum, pertanyaan dapat dikategorikan menjadi dua tipe yakni pertanyaan terbuka dan pertanyaan tertutup. Tipe pertanyaan tertutup tentu akrab bagi kita, seperti yang saya temukan pada saat observasi. Pertanyaan terbuka lebih sering kita jumpai pada mata pelajaran bahasa atau ilmu social, karena bidang tersebut membutuhkan banyak penjelasan ataupun interpretasi terhadap suatu masalah. Persoalannya, saya berkecimpung dalam bidang matematika yang terkesan sebagai ilmu pasti dengan jawaban tunggal. Lantas apa kriteria pertanyaan yang baik?

Masih dalam buku yang sama, kita bisa belajar tentang penyusunan pertanyaan. Menurut saya, kriteria yang disebutkan di buku ini tidak hanya cocok untuk guru matematika saja.

Pertama, pertanyaan untuk siswa sebaiknya pertanyaan yang mendorong siswa untuk berpikir, bukan sekedar mengingat fakta. Dengan kata lain, jawaban yang diberikan oleh siswa bukan merupakan jawaban hasil dari mengulang hafalan, tapi jawaban yang didapat melalui proses berpikir dan analisa.

Kedua, pertanyaan yang baik adalah pertanyaan yang secara tidak langsung membuat siswa belajar hal baru melalui proses menjawab serta secara bersamaan membantu guru untuk mempelajari kemampuan siswa dari usaha mereka menjawab.

Ketiga, pertanyaan yang diajukan sebaiknya memiliki beberapa jawaban benar. Perkembangan pendidikan –khususnya matematika-- di Indonesia akhir-akhir ini menunjukkan adanya kecenderungan penggunanaan open-ended question yang membuka kemungkinan perbedaan jawaban akhir. Guru dapat mengakses dan belajar tentang soal terbuka dari berbagai penelitian yang dilakukan dalam kurun waktu dua atau tiga tahun terakhir.

Guru dapat mengembangkan sendiri pertanyaan lisan ataupun soal dengan menggunakan tiga kriteria tersebut. Penggunaan pertanyaan yang disusun dengan ketiga kriteria tersebut sangat mungkin menumbuhkan suasana diskusi kelas yang menarik. Siswa dapat saling mengevaluasi pemikiran, analisa, dan jawaban teman mereka. Sistem komunikasi berbasis tanya jawab seperti ini mungkin bisa membantu guru untuk memfasilitasi proses belajar dengan lebih baik.

Proses kreatif menyusun pertanyaan yang baik dan terencana memang tidak mudah. Ada tuntutan untuk terus belajar dan mengembangkan pengetahuan. Seperti yang saya ungkapkan di awal tulisan, menjadi guru itu tidak mudah. Lulus dari lembaga pendidikan tenaga pendidikan bukan akhir, melainkan awal. Menjadi guru berarti komitmen untuk tak henti belajar agar bisa mendampingi siswa belajar.

11.11.2012

Dalam kehangatan kota pahlawan

afatsa

No comments:

Post a Comment