Monday, December 22, 2014

When learning is just a click away!


Sekali-kali memberi judul nginggris dengan rasa lokal. Biar terasa burger isi tempe. :P

Begitu banyak sumber informasi tersedia di jagad maya. Google menjelma menjadi mesin penjawab otomatis atas beragam pertanyaan kita. Mulai dari tips, resep, unduh film, musik, buku elektronik, berita dan gosip tumpah ruah di dunia yang katanya tak terbatas.

Bagi pembelajar otodidak (atau bukan), internet menjadi perpustakaan pusat alias semesta informasi. Every thing you want to know is just a click away. Mau tahu tentang sesuatu atau seseorang? Bisa! You just need to find it in the right place.  :D :D :D *ini mah pengalaman stalker* :P

Ketika belajar hanya perlu selancar

Friday, December 12, 2014

Keistimewaan 7 - Part 2

Dengan semangat tidak mau kalah dari rilis film terbaru lanjutan The Hunger Games yaitu Mockingjay part 1, saya meniatkan diri menulis sekuel postingan Keistimewaan 7. Alasan pertama adalah permintaan detil tebak-tebakan dari sahabat saya Al dan pertanyaan menarik lewat komentar oleh kawan saya di facebook.

(bukan) Trik Rahasia

Ingat kembali bahwa hasil pembagian oleh tujuh menghasilkan desimal di belakang koma dengan pola dasar 142857.

Misalkan saya melakukan 33 : 7 sehingga hasilnya kurang lebih 4,71428571429....

Perhatikan 6 digit pertama setelah koma yaitu 714285.

Thursday, October 23, 2014

Keistimewaan 7

sumber: dari sini
Tahun 2014 ini memiliki dua digit terakhir yang merupakan kelipatan tujuh. Dua hari yang lalu Indonesia baru saja memiliki presiden ketujuh.

Tidak, saya tidak sedang menulis tentang kehebohan pengumuman menteri, apalagi tentang pernikahan mewah artis belakangan ini.

Me Vs Pak Jack

Saya akan berbagi kenangan tentang tujuh yang selalu terkenang sampai sekarang. Siang itu di kelas 2A SMP di kecamatan kecil bagian dari Mojokerto, kami tengah belajar matematika. Di tengah kantuk dan pusing bergulat dengan rumus, pak Jack guru kami berkata akan unjuk gigi sebagai peramal. Pertama-tama, pak Jack menulis tiga baris kategori yang masing-masing berisi tiga bilangan.

Wednesday, October 22, 2014

Mencintai (proses) belajar


Belajar adalah sebuah proses. Seperti halnya membaca suatu buku, halaman terakhir memang penting namun bukan itu tujuan kita membaca buku. Kala membaca, kita sering menemukan hal menarik yang membawa momen kesadaran terhadap sesuatu dari isi buku.  Tujuan akhir belajar sangat penting, namun proses saat belajar itulah penentu hasil yang kita dapat setelah belajar.  Di suatu waktu saat belajar, muncul kesadaran bahwa kita telah memahami hal yang kita pelajari. Itulah momen Aha! atau Eureka! Momen penting dan menyenangkan saat belajar, menurut saya. :)

Mendapatkan momen tersebut tidaklah mudah. Diperlukan banyak pengetahuan, penjelasan, mencari tahu sampai satu waktu kita merasa terbantu dan akhirnya merasa klik atas suatu ide baru.

Berikut ini beberapa hal yang bisa dijadikan pengingat agar kita mencintai belajar. Minimal pengingat untuk penulis. ;) ;) ;)

Setelah kesulitan sesungguhnya ada kemudahan.
Kalimat ini jaminan langsung dari Allah. Dalam fase awal belajar, ide baru terlihat kompleks. Namun seiring berjalannya waktu, ide tersebut menjadi semakin sederhana. Apa yang terjadi? Konsep atau ide tersebut sesungguhnya tetap sama tapi proses berpikir kitalah yang telah naik tingkat. Misalnya mengeja, perkalian, atau bahkan naik sepeda, semuanya tampak sulit saat pertama kali tapi kini terasa sangat sepele. Matematika, sains, teknologi, bisnis, dan bidang lain dapat kita kuasai secara intuitif dengan syarat kita telah mengatasi kompleksitas di awal masa belajar.

Kita adalah guru terbaik untuk diri sendiri. Setelah berhasil mempelajari hal baru, kita akan menjadi tutor sempurna untuk diri sendiri. Dengan melakukan metakognisi (memikirkan cara kita berpikir), kita bisa mengidentifikasi kesulitan lantas menjelaskan solusi secara masuk akal. Selanjutnya kita akan menyadari mengapa solusi tersebut berhasil. Itulah momen Aha! dalam belajar. Kita tentu tidak bisa mengulang waktu, tapi kita bisa menyadari kapan kita sampai di titik sadar bahwa kita telah paham. Begitu momen tersebut muncul, setidaknya kita perlu merayakan keberhasilan kita dalam belajar. Keberhasilan bahwa kita telah melompati kesulitan dan menuju ke arah kemudahan.

Kita butuh peta, bukan petunjuk jalan. Belajar adalah membentuk pemahaman, bukan mengumpulkan hafalan. Ibarat melakukan perjalanan, kita tidak bisa sekedar mengikuti petunjuk jalan yang tersedia tanpa bertanya mengapa. Bagaimana kalau kita belok di jalan yang salah? Bagaimana mencapai tempat tujuan baru? Atau bagaimana kita membantu teman yang memulai dari asal yang berbeda? Maka, belajar adalah membentuk peta, menyatukan berbagai arah jalan dari satu titik ke titik lain. Memahami mengapa dan bagaimana ide baru dimulai, dimodifikasi, dan digunakan. Peta yang kita buat di kepala kita mungkin unik, berbeda dengan orang lain sebab lintasan belajar yang kita lewati bisa jadi berbeda. Ada banyak jalan menuju Mekkah, dan matematika tidak melulu hanya punya satu selesaian. :-P

Berdamai dengan diri. Seringkali kita merasa tetap kurang paham, tak tahu, dan bahkan mengecap bodoh pada diri sendiri. Ingatlah bahwa belajar adalah proses konstan (terus-menerus) untuk senantiasa memperbarui ide di kepala kita. Kadang kita bahkan perlu merombak ulang apa yang kita rasa telah kita pahami. Jika ada dua ide yang terasa belum nyambung, ada kesenjangan, sebaiknya tidak dilihat sebagai celah atau lubang. Kita selalu bisa menyambungnya seperti menambal kebocoran pada atap, bukan? Lho, kalau kita menemukan kesalahan dalam proses berpikir kita bagaimana dong? Justru itu adalah hal yang bagus. Setelah menemukan satu kesalahan berarti satu miskonsepsi kita telah berkurang, iya kan? Dari situ, kita tetap terus bisa melanjutkan belajar.

Barang siapa tidak pernah merasakan pahitnya belajar, ia akan menelan kebodohan sepanjang hayat (Imam Syafi’i).


Semangat terus belajar, kawan!

Dari bangku pojok di bawah AC, sebuah kampus di kota pahlawan.

afatsa

Tulisan ini diadaptasi dari BetterExplained dengan beberapa penyesuaian.

Wednesday, September 24, 2014

Black Box dan Liber Abaci: Perpustakaan Sekolah Impian

Huruf dan kata punya daya pikat yang luar biasa bagi saya. Teringat ketika awal-awal bisa membaca, bahkan headline koran yang dijadikan alas lemari pun saya pelototi sambil memiring-miringkan kepala. Sekedar memenuhi rasa ingin tahu. Sayangnya toko buku sama sekali tak terbayang oleh anak kecil seperti saya yang dibesarkan di sebuah desa di Jawa Timur. Masih untung bibi saya yang seorang guru membawakan majalah Kuncup. Sahabat kecil saya yang belangganan majalah Bobo dari tukang koran kerap kali berbaik hati berbagi bacaan.

Maka, tidak ada yang lebih membahagiakan ketika akhirnya sekolah dasar saya mendapatkan hibah buku dari pemerintah. Meski tumpukan kardus buku hanya ditata di dalam sebuah ruang kelas kosong, kami diijinkan memilih dan meminjam buku. Sejak saat itu saya selalu jatuh cinta pada perpustakaan.

Jika sekolah dasar saya punya koleksi buku beragam, saya harus cukup puas dengan sedikitnya koleksi buku bacaan di SMP saya. Ruang perpustakaan hanya penuh ketika awal dan akhir tahun ajaran, disesaki oleh siswa yang meminjam dan mengembalikan buku paket. Namun, saya tetap gembira karena saat SMP adalah pertama kali saya mengenal HAMKA.

Akhirnya saya pun beruntung bersekolah di salah satu SMA favorit di Mojokerto. Sekolah yang usianya sudah cukup tua. Di masa inilah saya berkenalan dengan majalah Horizon, Max Havelaar, NH.Dini, Marah Rusli serta beberapa buku sastra lawas Indonesia.

Saya ingat berkas cahaya matahari yang masuk lewat kaca perpustakaan yang telah buram, masih segar bayangan bapak penjaga perpustakaan yang saya ingat namanya hingga sekarang. Ketika harus menuliskan sekolah impian, maka yang langsung terbayang dalam benak saya adalah perpustakaan.



Black Box si perpustakaan kotak

Sunday, September 21, 2014

Kontroversi Ounce (oz) dan Ons



Sekitar setahun yang lalu (September 2013) tengah beredar kontroversi pemecatan karyawan asal Indonesia oleh sebuah perusahaan asing. Penyebabnya adalah kesalahan takaran suatu zat. Satuan Ounce (oz) diartikan langsung sebagai ons oleh yang bersangkutan. Perdebatan berlanjut menjadi sebuah isu tentang kesalahan pengajarn ONS di Indonesia.

Waktu itu saya sempat membuat status agak panjang di laman "muka buku". Nah, kali ini saya berniat menulis ulang dengan beberapa tambahan penjelasan, ya itung-itung menambah satu postingan blog. *benerin kerudung dulu*

Awal Mula ONS

Bangsa kita ternyata termasuk barisan gagal move on. Buktinya, satuan ONS yang kita kenal sekarang sebenarnya diturunkan dari sistem Belanda. Boleh cek http://en.wikipedia.org/wiki/Ounce, kakak...

Silakan cari sumber lain yang lebih dipercaya selain mas Wiki ya...:D

Metrologi di Indonesia

Monday, September 15, 2014

Rehat Juga Bagian dari Proses Belajar

Pak Jack                            : Bang, saya tolong diantar ke gang di ujung jalan sana ya! Lima ribu?

Abang tukang becak    : Wah, tarifnya 10 ribu, pak.

Pak Jack                            : Gang yang itu lho pak, terlihat kok dari sini. (Pak Jack menunjuk lurus ke arah ujung jalan).

Abang tukang becak    : Pak, bulan di langit juga terlihat dari sini. Bapak bersedia mengantar saya ke sana? Saya beri ongkos sepuluh ribu, bagaimana?

Seluruh siswa di kelas kontan tertawa mendengar monolog pak Jack, guru matematika saya saat kelas dua SMP. Suasana belajar matematika kami menjadi mencair, ketegangan melunak. Di lain waktu, pak Jack menunjukkan kebolehannya menebak angka desimal di belakang koma setelah kami memilih satu bilangan tertentu dan membaginya dengan tujuh.

Dulu saya hanya memahami bahwa pak Jack adalah pribadi yang tak enggan bercerita di tengah pelajaran dan memberikan selingan ringan di antara penjelasan matematika. Tapi setelah saya mempelajari mata kuliah proses belajar mengajar, saya akhirnya sadar bahwa yang dilakukan beliau bukan sekedar iseng. Ada waktu yang harus dialokasikan untuk rehat sejenak di tengah sebuah pemrosesan informasi yang masuk ke otak kita.

Saya yang beruntung sempat mengecap pendidikan selama setahun di Utrecht, Belanda, menemukan hal yang serupa di sana. Tentu bukan lagi cerita humor atau tebak-tebakan, tapi dari 150 menit waktu perkuliahan selalu ada 2 kali 10 menit alokasi waktu untuk istirahat. Dosen di sana biasa menyebutnya dengan coffee break, karena mereka memang keluar masuk kelas membawa secangkir kopi dari mesin penyedia minuman otomatis.

Munif Chatib dalam buku Gurunya Manusia menjelaskan bahwa siswa berada dalam kondisi terbaik untuk belajar saat gelombang otak mereka berada di zona alfa. Sayangnya, tidak setiap saat otak kita berada pada zona ini. Adakalanya di tengah proses belajar kita kehilangan konsentrasi, mengantuk, melamun, dsb. Pada saat inilah cerita humor, tebak-tebakan ringan, atau ice breaking yang sering kita jumpai dalam forum training bisa dimanfaatkan sebagai jembatan untuk mengembalikan gelombang otak kita ke dalam zona alfa.

Belajar adalah sebuah perjalanan panjang. Ada baiknya menyisihkan waktu beberapa saat untuk rehat. Menyusun dan memproses informasi, bertukar pertanyaan dengan teman, serta mengisi kembali kekurangan energi untuk kemudian melanjutkan perjalanan belajar. Ya, rehat juga adalah bagian dari belajar.

15.09.2014

Dari kampus calon guru pejuang

-afatsa