Wednesday, September 24, 2014

Black Box dan Liber Abaci: Perpustakaan Sekolah Impian

Huruf dan kata punya daya pikat yang luar biasa bagi saya. Teringat ketika awal-awal bisa membaca, bahkan headline koran yang dijadikan alas lemari pun saya pelototi sambil memiring-miringkan kepala. Sekedar memenuhi rasa ingin tahu. Sayangnya toko buku sama sekali tak terbayang oleh anak kecil seperti saya yang dibesarkan di sebuah desa di Jawa Timur. Masih untung bibi saya yang seorang guru membawakan majalah Kuncup. Sahabat kecil saya yang belangganan majalah Bobo dari tukang koran kerap kali berbaik hati berbagi bacaan.

Maka, tidak ada yang lebih membahagiakan ketika akhirnya sekolah dasar saya mendapatkan hibah buku dari pemerintah. Meski tumpukan kardus buku hanya ditata di dalam sebuah ruang kelas kosong, kami diijinkan memilih dan meminjam buku. Sejak saat itu saya selalu jatuh cinta pada perpustakaan.

Jika sekolah dasar saya punya koleksi buku beragam, saya harus cukup puas dengan sedikitnya koleksi buku bacaan di SMP saya. Ruang perpustakaan hanya penuh ketika awal dan akhir tahun ajaran, disesaki oleh siswa yang meminjam dan mengembalikan buku paket. Namun, saya tetap gembira karena saat SMP adalah pertama kali saya mengenal HAMKA.

Akhirnya saya pun beruntung bersekolah di salah satu SMA favorit di Mojokerto. Sekolah yang usianya sudah cukup tua. Di masa inilah saya berkenalan dengan majalah Horizon, Max Havelaar, NH.Dini, Marah Rusli serta beberapa buku sastra lawas Indonesia.

Saya ingat berkas cahaya matahari yang masuk lewat kaca perpustakaan yang telah buram, masih segar bayangan bapak penjaga perpustakaan yang saya ingat namanya hingga sekarang. Ketika harus menuliskan sekolah impian, maka yang langsung terbayang dalam benak saya adalah perpustakaan.



Black Box si perpustakaan kotak

Sunday, September 21, 2014

Kontroversi Ounce (oz) dan Ons



Sekitar setahun yang lalu (September 2013) tengah beredar kontroversi pemecatan karyawan asal Indonesia oleh sebuah perusahaan asing. Penyebabnya adalah kesalahan takaran suatu zat. Satuan Ounce (oz) diartikan langsung sebagai ons oleh yang bersangkutan. Perdebatan berlanjut menjadi sebuah isu tentang kesalahan pengajarn ONS di Indonesia.

Waktu itu saya sempat membuat status agak panjang di laman "muka buku". Nah, kali ini saya berniat menulis ulang dengan beberapa tambahan penjelasan, ya itung-itung menambah satu postingan blog. *benerin kerudung dulu*

Awal Mula ONS

Bangsa kita ternyata termasuk barisan gagal move on. Buktinya, satuan ONS yang kita kenal sekarang sebenarnya diturunkan dari sistem Belanda. Boleh cek http://en.wikipedia.org/wiki/Ounce, kakak...

Silakan cari sumber lain yang lebih dipercaya selain mas Wiki ya...:D

Metrologi di Indonesia

Monday, September 15, 2014

Rehat Juga Bagian dari Proses Belajar

Pak Jack                            : Bang, saya tolong diantar ke gang di ujung jalan sana ya! Lima ribu?

Abang tukang becak    : Wah, tarifnya 10 ribu, pak.

Pak Jack                            : Gang yang itu lho pak, terlihat kok dari sini. (Pak Jack menunjuk lurus ke arah ujung jalan).

Abang tukang becak    : Pak, bulan di langit juga terlihat dari sini. Bapak bersedia mengantar saya ke sana? Saya beri ongkos sepuluh ribu, bagaimana?

Seluruh siswa di kelas kontan tertawa mendengar monolog pak Jack, guru matematika saya saat kelas dua SMP. Suasana belajar matematika kami menjadi mencair, ketegangan melunak. Di lain waktu, pak Jack menunjukkan kebolehannya menebak angka desimal di belakang koma setelah kami memilih satu bilangan tertentu dan membaginya dengan tujuh.

Dulu saya hanya memahami bahwa pak Jack adalah pribadi yang tak enggan bercerita di tengah pelajaran dan memberikan selingan ringan di antara penjelasan matematika. Tapi setelah saya mempelajari mata kuliah proses belajar mengajar, saya akhirnya sadar bahwa yang dilakukan beliau bukan sekedar iseng. Ada waktu yang harus dialokasikan untuk rehat sejenak di tengah sebuah pemrosesan informasi yang masuk ke otak kita.

Saya yang beruntung sempat mengecap pendidikan selama setahun di Utrecht, Belanda, menemukan hal yang serupa di sana. Tentu bukan lagi cerita humor atau tebak-tebakan, tapi dari 150 menit waktu perkuliahan selalu ada 2 kali 10 menit alokasi waktu untuk istirahat. Dosen di sana biasa menyebutnya dengan coffee break, karena mereka memang keluar masuk kelas membawa secangkir kopi dari mesin penyedia minuman otomatis.

Munif Chatib dalam buku Gurunya Manusia menjelaskan bahwa siswa berada dalam kondisi terbaik untuk belajar saat gelombang otak mereka berada di zona alfa. Sayangnya, tidak setiap saat otak kita berada pada zona ini. Adakalanya di tengah proses belajar kita kehilangan konsentrasi, mengantuk, melamun, dsb. Pada saat inilah cerita humor, tebak-tebakan ringan, atau ice breaking yang sering kita jumpai dalam forum training bisa dimanfaatkan sebagai jembatan untuk mengembalikan gelombang otak kita ke dalam zona alfa.

Belajar adalah sebuah perjalanan panjang. Ada baiknya menyisihkan waktu beberapa saat untuk rehat. Menyusun dan memproses informasi, bertukar pertanyaan dengan teman, serta mengisi kembali kekurangan energi untuk kemudian melanjutkan perjalanan belajar. Ya, rehat juga adalah bagian dari belajar.

15.09.2014

Dari kampus calon guru pejuang

-afatsa