Thursday, October 23, 2014

Keistimewaan 7

sumber: dari sini
Tahun 2014 ini memiliki dua digit terakhir yang merupakan kelipatan tujuh. Dua hari yang lalu Indonesia baru saja memiliki presiden ketujuh.

Tidak, saya tidak sedang menulis tentang kehebohan pengumuman menteri, apalagi tentang pernikahan mewah artis belakangan ini.

Me Vs Pak Jack

Saya akan berbagi kenangan tentang tujuh yang selalu terkenang sampai sekarang. Siang itu di kelas 2A SMP di kecamatan kecil bagian dari Mojokerto, kami tengah belajar matematika. Di tengah kantuk dan pusing bergulat dengan rumus, pak Jack guru kami berkata akan unjuk gigi sebagai peramal. Pertama-tama, pak Jack menulis tiga baris kategori yang masing-masing berisi tiga bilangan.

Wednesday, October 22, 2014

Mencintai (proses) belajar


Belajar adalah sebuah proses. Seperti halnya membaca suatu buku, halaman terakhir memang penting namun bukan itu tujuan kita membaca buku. Kala membaca, kita sering menemukan hal menarik yang membawa momen kesadaran terhadap sesuatu dari isi buku.  Tujuan akhir belajar sangat penting, namun proses saat belajar itulah penentu hasil yang kita dapat setelah belajar.  Di suatu waktu saat belajar, muncul kesadaran bahwa kita telah memahami hal yang kita pelajari. Itulah momen Aha! atau Eureka! Momen penting dan menyenangkan saat belajar, menurut saya. :)

Mendapatkan momen tersebut tidaklah mudah. Diperlukan banyak pengetahuan, penjelasan, mencari tahu sampai satu waktu kita merasa terbantu dan akhirnya merasa klik atas suatu ide baru.

Berikut ini beberapa hal yang bisa dijadikan pengingat agar kita mencintai belajar. Minimal pengingat untuk penulis. ;) ;) ;)

Setelah kesulitan sesungguhnya ada kemudahan.
Kalimat ini jaminan langsung dari Allah. Dalam fase awal belajar, ide baru terlihat kompleks. Namun seiring berjalannya waktu, ide tersebut menjadi semakin sederhana. Apa yang terjadi? Konsep atau ide tersebut sesungguhnya tetap sama tapi proses berpikir kitalah yang telah naik tingkat. Misalnya mengeja, perkalian, atau bahkan naik sepeda, semuanya tampak sulit saat pertama kali tapi kini terasa sangat sepele. Matematika, sains, teknologi, bisnis, dan bidang lain dapat kita kuasai secara intuitif dengan syarat kita telah mengatasi kompleksitas di awal masa belajar.

Kita adalah guru terbaik untuk diri sendiri. Setelah berhasil mempelajari hal baru, kita akan menjadi tutor sempurna untuk diri sendiri. Dengan melakukan metakognisi (memikirkan cara kita berpikir), kita bisa mengidentifikasi kesulitan lantas menjelaskan solusi secara masuk akal. Selanjutnya kita akan menyadari mengapa solusi tersebut berhasil. Itulah momen Aha! dalam belajar. Kita tentu tidak bisa mengulang waktu, tapi kita bisa menyadari kapan kita sampai di titik sadar bahwa kita telah paham. Begitu momen tersebut muncul, setidaknya kita perlu merayakan keberhasilan kita dalam belajar. Keberhasilan bahwa kita telah melompati kesulitan dan menuju ke arah kemudahan.

Kita butuh peta, bukan petunjuk jalan. Belajar adalah membentuk pemahaman, bukan mengumpulkan hafalan. Ibarat melakukan perjalanan, kita tidak bisa sekedar mengikuti petunjuk jalan yang tersedia tanpa bertanya mengapa. Bagaimana kalau kita belok di jalan yang salah? Bagaimana mencapai tempat tujuan baru? Atau bagaimana kita membantu teman yang memulai dari asal yang berbeda? Maka, belajar adalah membentuk peta, menyatukan berbagai arah jalan dari satu titik ke titik lain. Memahami mengapa dan bagaimana ide baru dimulai, dimodifikasi, dan digunakan. Peta yang kita buat di kepala kita mungkin unik, berbeda dengan orang lain sebab lintasan belajar yang kita lewati bisa jadi berbeda. Ada banyak jalan menuju Mekkah, dan matematika tidak melulu hanya punya satu selesaian. :-P

Berdamai dengan diri. Seringkali kita merasa tetap kurang paham, tak tahu, dan bahkan mengecap bodoh pada diri sendiri. Ingatlah bahwa belajar adalah proses konstan (terus-menerus) untuk senantiasa memperbarui ide di kepala kita. Kadang kita bahkan perlu merombak ulang apa yang kita rasa telah kita pahami. Jika ada dua ide yang terasa belum nyambung, ada kesenjangan, sebaiknya tidak dilihat sebagai celah atau lubang. Kita selalu bisa menyambungnya seperti menambal kebocoran pada atap, bukan? Lho, kalau kita menemukan kesalahan dalam proses berpikir kita bagaimana dong? Justru itu adalah hal yang bagus. Setelah menemukan satu kesalahan berarti satu miskonsepsi kita telah berkurang, iya kan? Dari situ, kita tetap terus bisa melanjutkan belajar.

Barang siapa tidak pernah merasakan pahitnya belajar, ia akan menelan kebodohan sepanjang hayat (Imam Syafi’i).


Semangat terus belajar, kawan!

Dari bangku pojok di bawah AC, sebuah kampus di kota pahlawan.

afatsa

Tulisan ini diadaptasi dari BetterExplained dengan beberapa penyesuaian.