Monday, February 20, 2017

Percaya ala Pak Karso


Awal tahun 2015. Sekolah negeri di kota Ponorogo ini sangat asri. Lingkungan sekolah bersih dengan halaman yang dikelilingi pepohonan. Ruang tunggu berukuran lima belas meter persegi itu sehari-harinya adalah ruang BK. Selain tim dari kampus kami, ada beberapa tim dari kampus lain yang menunggu giliran presentasi di depan siswa kelas XII yang telah menunggu di aula. Tujuan kami sama, menawarkan program kuliah.

Di ruang tunggu itulah saya bertemu Pak Karso. Perawakan beliau bersahaja. Jenggot dan rambutnya sudah mulai memutih, tapi semangatnya ketika menyambut kami terasa menggugah.

Beliau mengambil tempat duduk dan mempersilakan kami mencicipi kue dan meminum suguhan yang disediakan. Disampaikannya permintaan maaf karena kepala sekolah tidak bisa menemui dan menyambut langsung. Rekan beliau lantas memperkenalkan bahwa pak Karso pernah mengajar di sekolah Indonesia di Jeddah. Beliau bukan guru BK, tapi seringkali membantu menyelesaikan masalah siswa.

Telaga Ngebel, Ponorogo
Binar mata pak Karso terang sekali ketika memulai ceritanya. Suatu hari ada seorang siswa yang sering membolos. Ternyata dia punya hobi unik yaitu ikut rombongan Reog dan menjadi salah satu pemain penting. Namun kebiasaannya membolos mengakibatkan dia tidak bisa mendapatkan nilai akhir. Wali kelas dan guru BK angkat tangan, jadilah pak Karso dimintai bantuan.

Beliau datangi rumahnya namun tak ada di rumah. Ditunggunya hingga malam tapi tak kunjung pulang, orang tua juga tidak tahu keberadaannya karena sudah beberapa hari tidak pulang. Ditelusuri teman sepermainannya hingga akhirnya pak Karso menjemputnya di tempat nongkrong tepat esok harinya.


Tanpa menyinggung soal masalah sekolah, pak Karso bilang bahwa orang tuanya khawatir. Pak Karso bermaksud mengantarnya pulang dengan memastikan bahwa orang tuanya tidak akan marah asalkan dia bersedia pulang. Namun sebelum pulang, pak Karso minta bantuan untuk mengurus beberapa hal. Si anak menyetujui permintaan gurunya dan menemani beliau berkeliling kota Ponorogo.

Setelah urusan selesai, Pak Karso lalu mentraktir siswa tersebut dengan menu ikan bakar di warung yang berlokasi di kaki gunung. Sebelum benar-benar mengantar pulang, pak Karso mengajaknya mampir ke masjid terdekat untuk menunaikan shalat ashar. Selepas shalat, pak Karso mengajaknya bicara. Tentang orang tua, tentang tanggungan ujian untuk nilai akhir, dan tentang masa depan. Pak Karso akan membantunya hanya jika ia bersedia.

Sore itu pun dihabiskan dengan mengunjungi rumah beberapa guru yang mata pelajarannya belum ditempuh ujian akhirnya. Kesepakatan tugas akhir dan tenggat waktu diberikan. Pak Karso lalu mengantarnya pulang.

Apa yang membuat pak Karso bersedia bersusah payah? pikir saya.

Beliau lantas berujar, "Saya belajar dari pak haji di kampung. Sore hari, beliau akan mencari ternaknya hingga ketemu. Memastikan bahwa ayam miliknya baik-baik saja dan bisa pulang kandang. Anak-anak kita jauh lebih berharga dari ayam ternak. Kita tentu harus memastikan bahwa mereka berada di jalan yang baik. Bukankah itu tugas guru?"

Saya lantas teringat adegan film Kungfu Panda, saat guru Shifu bertanya pada Master Oogway perihal keraguannya pada Po. Jawaban master Oogway, all you have to do is believe.

Apa yang dihasilkan dari percaya pada murid yang tampak 'tidak tertolong' di mata orang lain? Pak Karso membuktikannya. Siswa tersebut kini berkuliah di Univesitas Brawijaya melalui jalur khusu bakat seni lewat keterlibatannya berkesenian Reog.

Rekan pak Karso menyahut bahwa pak Karso adalah andalan sekolah ini. Seringkali pulang larut malam atau bahkan menginap untuk menyelesaikan tugas-tugas.

Lalu keluarga beliau? heran saya.

Tidak pernah laki-laki berdiri, mengabdi, dan kuat menjalani peran tanpa ada dukungan wanita. Rahasia pak Karso adalah memiliki visi yang sama dengan istri. Terus-menerus mendidik teman hidup beliau, meyakini peran guru dan menjadikan murid sebagaimana anak sendiri.

Saya percaya bahwa di luar sana masih banyak pak Karso lainnya. Guru yang  percaya pada potensi baik muridnya. Guru yang tidak berhenti dan menyerah ketika jalan percaya itu diuji dan diragukan.

20 Februari 2017
afatsa

2 comments:

  1. Ya Allah kerennya...padahal gajinya belum tentu sebanding ya T_T

    ReplyDelete
    Replies
    1. Iya, keren.
      Buat beliau, "sudah tidak ada yang dikejar lagi".
      Sudah pernah berhaji beberapa kali ketika mengajar di Jeddah, jadi pulang ke Indonesia tanpa beban. Visi beliau adalah mengabdi.

      Pas diceritani, cuma bengong thok. :D

      Delete