Wednesday, May 23, 2012

Palpable Arithmetic

Hampir di setiap generasi kita menemui siswa dengan keterbatasan penglihatan. Sebagaimana siswa lain, mereka juga butuh untuk belajar matematika. Berawal dari kepedulian inilah, seorang profesor dari Utrecht University –Jan Van Maanen—bergabung dalam proyek untuk mengembangkan fasilitas untuk memenuhi kebutuhan siswa ini dalam belajar matematika. Professor yang mengklaim dirinya sebagai seorang historian matematika ini menemukan sebuah fakta sejarah menarik. Ketertarikan beliau terhadap sejarah matematika dan buku-buku matematika klasik mengantarkan beliau ‘berkenalan’ dengan Nicholas Saunderson.

Siapa tokoh ini sebenarnya?

Saunderson adalah penemu Palpable Arithmetic. Beliau adalah seorang profesor matematika Lukasian di Universitas Cambridge. Saunderson pantas dikatakan sebagai matematikawan istimewa mengingat fakta keterbatasan penglihatan yang dimilikinya yaitu seorang tuna netra. Sayangnya, sang profesor wafat dalam usia yang relatif muda, yaitu 36 tahun pada April 1739. Karya beliau tertuang dalam buku berjudul Elements of Algerba. Buku yang diterbitkan setahun setelah wafatnya ini dibuka dengan bahasan tentang Palpable Arithmetic.

Apaan sih Palpable Arithmetic itu?



Dalam terjemahan yang paling bebas, PALPABLE berarti sesuatu yang dapat disentuh dan dirasakan. Aritmetika macam apa yang bisa disentuh sedangkan kita sadar bahwa seluruh objek matematika merupakan suatu yang abstrak?

Saunderson berhasil mengembangkan instrumen untuk melakukan operasi matematika sederhana. Alat inilah yang disebut sebagai Palpable Arithmetic. Gambar di bawah menunjukkan bagaimana instrumen ini memberi tanda untuk angka 0 sampai 9 dan bagaimana menuliskan bilangan puluh ribuan.



Angka 0 ditandai dengan bulatan besar, sedangkan angka 1 menggunakan bulatan kecil. Angka yang lain ditandai dengan menggunakan gabungan 2 bulatan. Mulai dari angka 2 sampai 9, kita bisa lihat bahwa titik kecil bergerak ke arah kanan untuk menandai angka berikutnya. Dengan demikian persoalan ‘menyentuh’ angka selesai. Bahkan kita bisa melakukan operasi penjumlahan dan pengurangan dengan memanfaatkan alat ini. Sayangnya, perkalian dan pembagian tidak dapat diaplikasikan di alat ini.

Implikasi Palpable Arithmetic dalam pembelajaran matematika

Pembuka tulisan ini sedikit menggambarkan bahwa siswa dengan keterbatasan penglihatan juga berhak untuk belajar dan menguasai matematika. Tantangan yang mereka hadapi bertambah ketika mereka masuk dalam jenjang pendidikan menengah ke atas. Mereka butuh belajar tentang fungsi, statistik, dan topic matematika tingkat lanjut lainnya. Mengapa hal ini sulit?

Siswa dengan keterbatasan penglihatan biasanya belajar dengan bantuan Braille. Instrumen ini menampilkan berbagai karakter (huruf, angka, tanda baca) secara linier. Sebenarnya sifat linier Braille tidak menjadi hambatan untuk menampilkan kalimat matematika semisal  ‘2 + 4 = …’ atau ‘5 x 7 = …’. Masalahnya, bagaimana menuliskan penjabaran rumus yang lebih kompleks misalnya soal integral atau turunan?

Fungsi ditulis dalam teks biasa

Matematikawan masa kini menggunakan kode LaTeX untuk menuliskan kalimat matematika yang kompleks. Perhatikan gambar kode LaTeX di bawah ini. Warna-warna tanda kurung menandai level dari variabel ataupun konstanta di dalamnya. Maka, tantangan berikutnya bagi para pendidik matematika adalah bagaimana membuat level-level ini ‘tersentuh’ oleh para siswa dengan keterbatasan penglihatan. Kitalah yang harus bertanggung jawab membuat kalimat matematika menjadi Palpable bagi mereka. Inilah tantangan pendidikan matematika warisan Saunderson.

Kode LaTeX untuk fungsi di gambar sebelumnya

Keberadaan Saunderson meninggalkan jejak sejarah yang manis bagi pelajar matematika dengan keterbatasan penglihatan. Jika ia bisa menjadi seorang profesor matematika, kita selayaknya percaya bahwa siapapun dengan segala keterbatasannya bisa belajar matematika.

*artikel ini disarikan dari workshop Utrecht Summer School 2011 yang difasilitasi oleh Prof. Jan Van Maanen*

Catatan pribadi penulis:

Saya merasa beruntung bisa turut hadir dalam sesi ini. Di saat itulah saya pertama kali membaca buku karangan  Nicholas Sunderson, termasuk membaca biografi singkatnya. Buat yang ingin softcopy buku klasik ini, bisa menghubungi saya. :)

Dalam kehangatan bumi pahlawan

-afatsa-

2 comments:

  1. ternyata latex juga dipake buat tuna-netra, kirain cuma buat coding untuk bikin paper.. :D
    Nice info... semoga bisa memberi sumbangsih buat temen2 yang memiliki keterbatasan...

    ReplyDelete
  2. sampai saat ini belum dipakai, tapi sedang dikembangkan supaya kode Latex yang terbaca linier itu dapat diraba, dibaca, dan dimengerti oleh teman-teman dengan keterbatasan penglihatan :)

    ReplyDelete