alympiad stuff |
Sebenarnya saya sedikit bisa menebak bahwa Alympiad pasti tidak jauh-jauh dari kompetisi matematika, tapi jelas saya belum punya gambaran jelas saat hari keempat sesi Summer School mengusung tema tersebut. Jika ada yang belum tahu tentang Summer School 2011 yang saya ikuti, bisa menengok sejenak ke sini.
Sesi hari itu difasilitasi oleh Dede de Haan dan Monica Wijers. Sebagai staf dari Freudhental Institute (FI), beliau berdua terlibat dalam beberapa proyek terutama terkait dengan problem solving. Selain itu, mereka juga terlibat langsung dalam Alympiad yang akan kita bahas kali ini. Lebih istimewa lagi, Dede de Haan juga terlibat dalam proyek pengembangan PMRI di Indonesia. Profil lengkap mereka bisa dijenguk disini dan disitu.
Alympiad?
Mathematics Alympiad merupakan salah satu kompetisi matematika yang diadakan oleh FI di Belanda. Kompetisi ini diperuntukkan bagi siswa kelas menengah akhir (sekitar 16 - 18 tahun) yang mengambil matematika A (Wiskunde A) sebagai subjek matematika mereka.
Apa itu matematika A? Begini ceritanya, sekolah menengah di Belanda menyediakan dua pilihan subyek matematika yakni Wiskunde A dan Wiskunde B. Subyek pertama diperuntukkan bagi siswa yang bersiap melanjutkan studi dalam bidang sosial atau ilmu ekonomi. Sedangkan matematika B diperuntukkan bagi siswa dengan konsentrasi teknik, sains, dan matematika. Domain utama matematika A adalah matematika diskrit, statistik, dan probabilitas, sedangkan matematika B lebih fokus kepada kalkulus.
Perbedaan utama antara kedua subyek matematika sebenernya lebih ke arah segi filosofis dan tipe problem yang dipelajari siswa. Matematika A menawarkan sisi aplikasi dimana siswa dengan konsentrasi ilmu sosial tetap membutuhkan matematika sebagai penunjang dalam tingkat tertentu. Dengan demikian, fokus pembelajarannya akan terpusat pada aplikasi dan pemodelan matematika. Selain itu, proses pemecahan masalah juga mendapat perhatian lebih dibandingkan hasil atau solusi sebuah masalah.
Berdasarkan karakter matematika A inilah digagas sebuah kompetisi. Nama Alympiad sendiri merupakan akronim dari Wiskunde A dan Olympiad, hasilnya menjadi A-lympiad. Kompetisi ini dimulai sejak tahun 1989 dan diselenggarakan oleh Mathematics Alympiad Committee yang merupakan bagian dari FI. Komite yang terdiri dari ahli pengembang kurikulum, guru, dan matematikawan bekerja sama untuk merancang problem solving task, mengorganisasi lomba dan menilai kualitas hasil pekerjaan siswa saat babak final.
Kompetisi ini terdiri dari dua babak, yaitu babak penyisihan di tingkat sekolah dan babak final. Babak penyisihan diadakan di setiap sekolah yang berpastisipasi. Setiap tim ditutuntut untuk menyelesaikan satu masalah dan membuat laporan yang terdiri dari penjelasan masalah, strategi yang digunakan, solusi dan argumentasi. Soal didistribusikan ke sekolah pukul 09.00 pagi dan makalah harus diselesaikan sebelum pukul 16.00. Pihak sekolah dipersilahkan mengirim makalah terbaik (maksimal 3 makalah) untuk memperebutkan 12 tiket menuju babak final. Guru di sekolah partisipan juga dilibatkan dalam proses penilaian makalah di tingkat babak penyisihan. Adapun di babak final, 12 tim akan bergabung dalam forum semacam konferensi (biasanya diselenggarakan di villa) saat akhir pekan. Mereka akan diberi tugas dengan tingkat kesulitan yang lebih tinggi dan diberikan waktu mulai dari hari Jum'at pukul 11.00 hingga Sabtu keesokan harinya pukul 13.00. Selain makalah, mereka juga akan diminta untuk mempresentasikan makalah mereka.
Partisipan
Mathematics Alympiad awalnya diselenggarakan untuk sekolah-sekolah di Belanda. Namun sejak tahun 1995, beberapa sekolah di Denmark turut menjadi peserta. Beberapa tahun belakangan, Netherlands Antilles dan Aruba juga berpartisipasi dalam kompetisi ini. Jerman, Kepulauan Belanda di Karibia dan Iran (sejak 2009) menyusul pula mengirimkan tim terbaik mereka untuk babak final. Saya jadi berangan ada sekolah di Indonesia turut ikut serta suatu saat nanti. :)
Adakah yang tertantang untuk ikut? Silahkan bersiap karena babak penyisihan tahun ini akan diadakan pada tanggal 18 November 2011.
The Problem Solving task
Sesi workshop yang saya ikuti hari itu tidak hanya mendengar penjelasan tentang Alympiad. Para peserta Summer School ditantang untuk mencoba sendiri soal yang diujikan dalam Alympiad. Tema soal yang kami kerjakan adalah Elevator. Soal tersebut diadaptasi dari soal babak penyisihan tahun 1995/1996. Kami hanya diminta menyelesaikan 2 dari pertanyaan dan membuat poster untuk presentasi. Silahkan cek soal di sini.
[caption id="attachment_400" align="aligncenter" width="600"] Poster[/caption]
Saya mendapatkan pengalaman yang mengesankan dalam memecahkan masalah tersebut. Bahkan bagi saya, tingkat kompleksitas soal sangat tinggi. Kita dituntut untuk mengembangkan model sendiri dan mencari alternatif lain dalam menyelesaikannya. Bagi yang menyukai tantangan dan penasaran soal macam apa yang diberikan kepada peserta Alympiad silahkan langsung menuju ke sini.
Sesi workshop diakhiri dengan pembahasan kriteria penilaian untuk open-ended problem semacam ini. Secara khusus, peserta Summer School diminta mengemukakan ide mereka tentang kriteria penilaian makalah Alympiad. Hasil daftar kriteria lantas dibandingkan dengan rumusan kriteria komite Alympiad. Ternyata hasilnya tidak jauh berbeda, dan hari itu saya belajar memecahkan masalah dan merumuskan kriteria peniliannya. Menarik bukan?
poster |
Mungkin diantara pembaca ada yang merasa berlebihan dengan pemilihan kata revolusi. Bagi saya tidak. Saya mencoba merfleksi kompetisi matematika yang ada di dunia pendidikan Indonesia. Sejak dari tingkat sekolah dasar, kompetisi yang diadakan sering kali melibatkan penyelesaian soal formal matematika.
Saya hanya ingin mengusulkan satu hal kepada panitia penyelenggara kompetisi, terutama kepada para penerus di almamater saya. Revolusi sebuah kompetisi matematika tidak hanya tentang perluasan skala lomba, tetapi juga merevolusi aspek yang lain. Aspek yang mungkin bisa memberikan kontribusi pada penyebaran PMRI. Saya hanya berangan bahwa soal kompetisi bagi siswa SD bisa diperkaya dengan konteks dan bersifat open-ended. Kebutuhan bersaing bisa jadi memicu para guru di sekolah untuk memperkaya pembelajarannya dengan masalah kontekstual sebagai starting point. Dari angan kecil ini, bukan tidak mungkin jika suatu hari calon penerus bangsa kita menjadi terbiasa mematimatisasi realitas dan mengembangkan pengetahuan matematika mereka dari sana. Jika saat itu tiba, kita akan menjadi bagian dari roda revolusi pendidikan matematika yang sesungguhnya. ;)
Dalam kesunyian kanal Oudegracht
17.09.2011
afatsa
No comments:
Post a Comment